Jumat, 25 Maret 2011

ANJAK PIUTANG (FACTORING)

1.        Definisi Anjak Piutang (Factoring)

Anjak piutang atau disebut juga factoring apabila dilihat dari secara leksikal, frasa anjak piutang terbangun dari dua kata yaitu anjak dan piutang. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan penjelasan kata anjak atau an·jak (v), ber·an·jak (v) yang artinya  berpindah (sedikit); beringsut; bergerak kemudian kata Piutang, pi·u·tang (n), ada beberapa pengertian, pengertian pertama, uang yang dipinjamkan (yang dapat ditagih dari seseorang); utang-piutang, uang yang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada orang lain; Pengertian kedua, tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun sejak tanggal keluarnya tagihan. Dari frasa tersebut dapat ditarik kesimpulan secara leksikal bahwa anjak piutang adalah beralih atau berpindahnya piutang. Sehingga perjanjian anjak piutang adalah perjanjian yang mendasari perpindahan tagihan sejumlah piutang kepada pihak yang lain.
Ada tiga perbedaan antara anjak piutang dan pinjaman bank. Pertama, penekanan anjak piutang adalah pada nilai piutang, bukan kelayakan kredit perusahaan. Kedua, anjak piutang bukanlah suatu pinjaman, melainkan pembelian suatu aset (piutang). Terakhir, pinjaman bank melibatkan dua pihak, sedangkan anjak piutang melibatkan tiga pihak.
Menurut Kasmir dalam “Bank dan Lembaga Keuangan lainnya” menjelaskan bahwa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan (klien).
Kemudian pengertian anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor NO.172/KMK.06/2002 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.
2.      Dasar Hukum

Beberapa pengaturan tentang transaksi penjualan dan pengalihan piutang dalam KUHPdt dan KUHD.

š  Pasal 1533, 1459 dan 613 KUH Perdata.

Pasal 1533 : "Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, sepertinya penanggungan-penanggungan, hak istimewa dan hipotik-hipotik.

Pasal 1459 : "Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612, 613, dan 616".

Pasal 613 : "Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain".

"Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahaan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya".
"Penyerahaan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen".
Berdasarkan pasal-pasal diatas dapat disimpulkan bahwa dengan djualnya piutang baik yang terbit dari transaksi kredit maupun dari transaksi dagang maka segala hak-hak yang melekat pada piutang tersebut turut berpindah ke perusahaan Factoring.

š Hal-hal yang berkenaan dengan kewajiban penjual piutang.

Pasal 1534 : "Barangsiapa menjual suatu piutang atas suatu hak tak bertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak-hak itu benar dan sewaktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan".

Pasal 1535 : "Ia tidak bertanggung jawab tentang cukup mampunya si berutang, kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan hanya untuk jumlah harga pembelian, yang telah diterimanya untuk piutangnya".

Pasal 1536 : "Jika ia telah berjanji untuk menanggung terhadap cukup mampunya si berutang, maka janji ini harus diartikan sebagai mengenai kemampuannya sekarang, dan tidak mengenai keadaan di kemudian hari, kecuali dengan tidak dengan tegas dijanjikan sebaliknya".

Pasal 1491 : "Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram; kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya".

Dalam pasal 1534, menentukan bahwa penjual piutang harus menanggung bahwa hak-hak itu benar adanya sewaktu diserahkan meskipun tanpa penanggungan.

Dalam pasal 1491, mengenai penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli ialah untuk menjamin :
a)penguasaan benda secara aman dan tenram
b)cacat-cacat tersembunyi untuk menerbitkan alasan pembatalan.

Dalam pasal 1535 dan 1536 dikenal juga dalam usaha Anjak Piutang yaitu "recourse factoring" dan "without recourse factoring". Ketidakmampuan (wanprestasi) dari debitur di kemudian hari untuk membayar tidak dengan sendirinya menjadi tanggungan penjual kecuali mengenai hal tersebut memang tegas diperjanjikan.

š Tentang sah tidaknya perjanjian anjak piutang tergantung pada perjanjian pokoknya.

Perjanjian anjak piutang merupakan perjanjian accesoir, yaitu perjanjian yang mungkin ada jika telah ada perjanjian utang-piutang antara penjual (client) dan pembeli (nasabah). Perjanjian accesoir sah atau tidaknya tergantung pada sah atau tidaknya perjanjian pokoknya.

š Dalam pasal 1821 KUH Perdata dan pasal 191 KUHD
Pasal 1821 ayat (1) KUH Perdata : "tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah".
Pasal 191 KUHD :

Ayat (1) : "Pemberi aval, ia pun sama terikatnya seperti mereka untuk siapa aval diberikan".

Ayat (2) : "Ikatan dia berlaku juga, pun sekiranya ikatan yang dijaminnya, karena lain alasan dari pada cacat dalam bentuknya, batal".

Kesimpulannya adalah perjanjian anjak piutang yang terbit dari transaksi dagang sah atau tidaknya tergantung pada sah tidaknya perjanjian pokoknya. Sedangkan perjanjian anjak piutang yang obyeknya adalah piutang-piutang yang terbitnya dari transaksi kredit maka sah atau tidaknya tidak tergantung pada perjanjian pokoknya.


3.      Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Anjak Piutang

Ada tiga pihak utama yang terlibat dalam kegiatan Anjak Piutang, yaitu:
a.           Perusahaan Anjak Piutang ("Factor");
Factor adalah sebuah perusahaan yang mempunyai izin khusus untuk melakukan pembiayaan kepada Klien dalam bentuk Anjak Piutang.
Berdasarkan ketentuan hukum Indonesia, ada beberapa pihak yang dapat menjadi Factor, yaitu:
1.       perusahaan yang bergerak khusus di bidang Anjak Piutang;
2.       perusahaan multi finance, yaitu perusahaan yang di samping bergerak di bidang Anjak Piutang, juga bergerak di bidang usaha finansial lainnya, seperti bidang usaha leasing, consumer finance dan kartu kredit, sesuai izin kegiatan usaha yang dimilikinya.
3.      Bank.
b.    Klien ("Klien")
Klien merupakan suatu perusahaan yang mempunyai piutang berdasarkan transaksi perdagangan yang dilakukannya. Klien kemudian menjual dan/atau mengalihkan piutang atau tagihannya tersebut kepada perusahaan pembiayaan.
c.    Nasabah ("Customer")
Customer adalah pihak yang memiliki hutang kepada pihak Klien, dimana hutang tersebut timbul dari transaksi perdagangan antara Customer dan Klien.

4.      Hak dan Kewajiban Para Pihak

š Hak pihak factor yaitu :
ü  Menerima piutang dari pihak klien
ü  Memperoleh pembayaran hutang dari pihak costumer
š Kewajiban pihak factor yaitu :
ü  Pembiayaan atas piutang dagang yang dimiliki oleh klien.
ü  Non-pembiayaan berupa; penagihan piutang dan administrasi penjualan.
ü  Menyerahkan dokumen barang/jasa berupa dokumen perjanjian dan penanggungan yang berkaitan dengan piutang yang telah dilunasi kepada Customer.

] Hak pihak klien yaitu :
ü  Memperoleh pembayaran dari pihak factor terhadap piutang yang dijual/dipinjamkan
] Kewajiban pihak klien yaitu:
ü  Menjual atau meminjamkan piutangnya kepada pihak factor.
ü  Memberikan balas jasa finansial kepada factor.

Y Hak pihak nasabah (costumer) yaitu :
ü  Menerima dokumen barang/jasa berupa dokumen perjanjian dan penanggungan yang berkaitan dengan piutang yang telah dilunasi dari pihak factor
Y Kewajiban pihak nasabah (costumer) yaitu :
ü  Membayar hutangnya kepada factor

5.      Beban Resiko

Dalam transaksi anjak piutang terdapat beberapa risiko yang mungkin timbul diantaranya:
1.       Pada Undisclosed Factoring ada kemungkinan perusahaan (klien) ingkar janji (wanprestasi) yaitu tidak mengembalikan pinjaman/pembiayaan kepada factoring walaupun perusahaan sudah menerima pembayaran dari debitur sehingga anjak piutang mengalami kerugian.
2.       Pelanggan/debitur yang ingkar janji yaitu tidak membayar hutangnya pada saat jatuh tempo sehingga kemungkinan perusahaan atau lembaga anjak piutang yang mengalami kerugian.
Untuk mengatasi risiko tersebut, pada saat kontrak/ perjanjian dibuat maka perlu ditetapkan pihak yang bertanggung jawab atas penanggungan resiko. Jika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dan yang menanggung resiko tersebut perusahaan (klien) maka perjanjiannya dinamakan with recourse factoring sedangkan jika lembaga anjak piutang yang menanggung risiko kerugiaannya maka perjanjiannya dinamakan without recourse factoring.

6.     Hapusnya Perjanjian

R Berakhirnya hak dan kewajiban para pihak
R Tidak terpenuhi (wanprestasi)
R Adanya pembayaran dari pihak costumer kepada factor sebelum jatuh tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar